Rabu, 25 April 2012

Antara Cinta dan Bencana

Pengajian Syeikh Abdul Qadir al-Jilany, hari Selasa sore 8 Sya’ban tahun 545
H di Madrasahnya.
Rasulullah saw, bersabda: “Siapa yang tampil elok di
hadapan manusia karena agar dapat dukungan kesenangan mereka, dan melawan
Allah melalui pelanggaran yang dibenci-Nya, maka ia bertemu Allah Azza
wa-Jalla dalam kondisi Allah murka padanya.”


Wahai dengarkan kalam Kenabian ini, hai orang-orang munafiq! Hai orang yang
menjual akhirat dengan dunianya. Wahai yang menjual Allah Azza wa-Jalla
dengan kepentingan makhluk! Wahai penjual hal-hal yang abadi dengan hal-hal
yang fana’, pasti bangkrutlah daganganmu dan habislah modalmu.


Celaka kalian ini. Kalian menampilkan diri untuk suatu murka Allah Azza
wa-Jalla, karena siapa pun yang berias untuk manusia yang bukan tempatnya,
Allah Azza wa-Jalla bakal memurkainya. Riasilah fisik anda dengan adab
syari’ah, dan riasilah batin anda dengan mengeluarkan makhluk dari dalam
batin anda. Tutuplah pintu-pintu mereka, kefanaan mereka dari hatimu sampai
seakan-akan mereka tidak pernah diciptakan sama sekali, hingga anda tak
pernah memandang adanya ancaman dan manfaat dari mereka. Anda telah
menghiasi lahiriah anda, dan meninggalkan hiasan hati anda.


Padahal hiasan hati itu dengan tauhid, ikhlas, berpegang teguh percaya pada
Allah Azza wa-Jalla, berdzikir kepadaNya dan melupakan selainNya.



Nabi Isa as, bersabda, “Amal saleh itu adalah amal yang tidak membebaninya.”


Wahai orang gila, akalmu tidak nyambung dengan urusan akhirat dan dunia,
karena itu tidak ada gunanya bagimu. Berjuanglah untuk meraih iman, maka
anda pasti mendapatkannya. Bertobatlah, dan evaluasilah kesalahanmu,
menyesallah dan, dan alirkan airmatamu yang membelah pipimu. Karena menangis
oleh rasa takut kepada Allah swt itu bisa meredupkan neraka maksiat,
mematikan api amarah Allah Azza wa-Jalla. Bila hatimu taubat, maka cahaya
taubat yang benar akan mencerahi wajahmu.


Anak-anak sekalian… Tekunlah dalam menjaga rahasia batinmu semaksimal
mungkin, kecuali anda tidak mampu, maka anda termaafkan. Cinta itu bisa
merobohkan dinding dan tirai, tirai rasa malu, keadaan, dan pandangan
makhluk. Orang yang tak berdaya ia diperintahkan untuk mengeluarkannya, dan
orang yang mukallaf (mendapatkan tugas kewajiban) tetapi ia terkalahkan
oleh ketakberdayaannya, berarti ia telah menggunakan celak mata dengan debu
di kakinya. Sebab ada hal-hal yang mesti dipilah, mana yang sifatnya nafsu,
mana yang sifatnya qalbu, dan mana yang kepentingan makhluk, dan mana yang
sifatnya Rabbani.


Berjuanglah agar dirimu bukan dirimu, tetapi agar segalanya Dia. Berjuanglah
agar anda tidak bergerak dalam menolak bencana dari dirimu dan tidak
menarik manfaat kepadamu. Sebab jika anda mampu demikian, malah Allah Azza
wa-Jallan menempatkan makhluk yang membantumu dan menyelamatkan dirimu dari
bahaya itu. Jadilah dirimu di hadapan Allah Azza wa-Jalla seperti mayat
yang ada di tangan orang yang memandikannya, seperti ahli gua Kahfi di
tangan Jibril as.


Jadilah dirimu bersama Allah Azza wa-Jalla tanpa wujud dan tanpa ikhtiar
serta ta secara total tanpa mengaturNya. Kokohkan pijakan imanmu dan jiwamu
di hadapanNya, ketika takdirNya yang berat turun kepadamu.


Sebab, iman itu bisa diukur dengan kekokohannya menghadapi takdirNya,
sedangkan kemunafikan selalu lari dari ketentuan takdirNya. Orang munafiq
ketika malam tiba dan siang berlalu senantiasa lari menuju rumahnya mencari
jalan aman, menggemukkan kenikmatan hawa nafsunya dan nalurinya, sementara
kedua mata hatinya dan rahasia batinnya buta.


Pintu rumahnya kelihatan ramai, sedangkan isi rumahnya sudah roboh. Dzikir
hanya sebatas lisan, hatinya kosong. Marahnya hanya untuk dirinya bukan demi
Tuhannya Azza wa-Jalla. Sedangkan orang beriman kebalikannya. Dzikirnya
hanya bagi Allah Aza wa-Jalla, baik lisan maupun hatinya, bahkan dalam
banyak waktu qalbunya berdzikir, lisannya diam. Marahnya, benar-benar matrah
karena Allah Azza wa-Jalla, bukan demi kepentingan nafsunya, hawa nafsu dan
nalurinya, serta bukan demi dunia. Ia tidak dengki dan tidak kontra karena
iri kepada yang meraih materi bagiannya.


Anak-anak sekalian… Jangan sampai anda dengki kepada hal-hal yang bukan
bagianmu, karena Allahlah yang memberi dan mengambil, sedangkan anda malah
hancur, hina dan terhinakan. Apakah bagian dari Allah itu bisa berkurang
katrena iri dengkimu? Padahal ilmunya Allah pada takdir orang itu sudah
lebih dahulu ada? Jika engkau menentang Tuhanmu Azza wa-Jalla atas takdirNya
yang sudah ditentukan padamu dan orang lain, anda telah gugur di hadapanNya
dan ilmu anda tidak berguna, sebagaimana firmanNya: “Dan bekerja lagi
kepayahan…” (QS. Al-Ghosiyah: 3)


Taubatlah sekarang kepada Allah Azza wa-Jalla. Orang yang yang terlindungi,
pasti hatinya cerdas. Janganlah berhenti kembali kepada Allah gara-gara
turunnya bencana kepadamu. Tunggulah jalan keluar yang diberikan kepadamu
dariNya. Jangan sampai anda putus asa, karena setiap saat ada jalan keluar.
“Setiap hari Dia dalam urusanNya” (QS. Ar-Rahmaan: 29), dari satu bangsa ke
bangsa lain, maka sabarlah bersamaNya dan relalah dengan takdirNya.


“Engkau tidak tahu, barangkali setelah itu Allah memberikan anugerah baru.”
(QS. At-Thalaaq: 1)
Jika engkau sabar Allah Azza wa-Jalla meringankan ujian darimu, dan
memberikan anugerah perkara baru yang dicintaiNya dan engkau mencintainya.
Namun jika anda menentang dan kontra, akan bertambah berat beban
deritamu, bertambah gara-gara kontramu kepadaNya, sebab gara-gara kontramu
itulah anda malah berteguh dengan dirimu dan hawa nafsumu, serta motivasi
duniawimu dan ambisi-ambisimu.


Wahai kaum Sufi… Jika saja memang harus begitu, bolehlah nafsumu di pintu
dunia, sedangkan hatimu harus tetap di pintu akhirat, sedangkan rahasia
hatimu (sirr) ada di pintu Tuhan, sampai nafsumu berbalik pada hatimu, dan
merasakannya, sedangkan hatimu berbalik pada sirrmu, hingga merasakan nya
pula, serta sirrmu berbalik menjadi fana’ di dalamnya yang tidak merasakan
apa-apa, kemudian ia dihidupkan hanya bagiNya bukan selainNya. Maka saat
itulah rasanya satu dirham beribu kali lipat menjadi emas, karena kembali
dalam keabadian primordial yang hakiki.


Sungguh berbahagialah orang yang mengenal apa yang saya katakana ini dan
percaya. Berbahagialah orang yang mengamalkannya dan ikhlas dalam beramal.
Dan berbahagialah orang yang meraih amalnya itu lalu mendekatkannya kepada
Allah Ta’ala.



*KH. Muhammad Luqman Hakim*


--
"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Semoga bermanfaat....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar